Sejarah Syiah Indonesia, Mengulang Tragedi PKI
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du
Miris rasanya, mendengar teriakan Kang Jalal yang sempat diberitakan di berbagai media. Orang yang dianggap manusia nomer wahid di sekte syiah indonesia itu, mengancam akan mendatangkan tentara Iran ke Indonesia, sebagai pembalasan atas tragedi sampang yang menyudutkan kelompok syiah. Sekalipun celoteh ini ibarat semilir angin yang keluar dari dubur keledai, namun setidaknya kita bisa berkesimpulan bahwa sekte syiah tidak hanya beraksi pada dataran pemikiran, tetapi juga akan menorehkan sejarah dengan tetesan darah.
Dan demikianlah realitanya, hampir semua sejarah syiah, di berbagai belahan dunia, tidak lepas dari pertumpahan darah. Karena salah satu prinsip mereka adalah jihad. Jihad bukan melawan orang yahudi atau nasrani, tapi jihad melawan kaum muslimin ahlus sunah. Membantai kaum muslimin ahlus sunah, mereka yakini sebagai bentuk pembalasan atas darah Imam Husain yang tertumpah di Karbala. Mungkin tidak sekarang, tapi beberapa waktu ke depan, bisa saja itu terjadi.
Syiah Indonesia, Mengulang Sejarah PKI
Itulah realita yang paling tepat untuk menyebut syiah di indonesia. Sebagaimana layaknya PKI, tidak hanya bergerak dalam tataran pemikiran, tapi juga ancaman darah dengan palu arit. Selama PKI belum kuat, yang mereka lakukan adalah menebarkan pemikiran komunis di masyarakat. Sejuta cara mereka tempuh, untuk mewujudkan negara komunis indonesia.
Ketika mereka tidak mampu mempengaruhi kaum intelektual, mereka menyusup, menjalar di akar rumput. Menghasut para petani dan kaum abangan untuk melawan pemerintah dan kaum muslimin, dengan doktrin komunis. Mereka berhasil menanamkan ideologi ini di komunitas buruh, dengan terbentuknya Barisan Tani Indonesia (organisasi petani underbouw PKI). Tragedi palu arit di ladang tebu oleh komunitas loji (pabrik gula), merupakan hasil dari penyebaran ideologi itu.
Orang Awam, Korban Ideologi
Kita sangat yakin, keberadaan para petani, buruh pabrik, yang terinfeksi pemikiran PKI itu, sejatinya sama sekali tidak ngerti apa itu ideologi komunis? Apa dasar pijakan komunis? Bahkan mereka sama sekali tidak sadar, akan diarahkan kemana dan untuk tujuan apa? Ngertinya mereka, yang penting aku dapat makan, ikut kumpul bareng komunitasnya, menjadi antitesis bagi pemerintah ketika itu. Anda tentu paham, maksimal yang bisa dipikirkan kebanyakan orang awam ketika itu hanyalah urusan perut dan makan. Saya dan anak-istri saya hari ini makan apa?
Ya, sejatinya mereka adalah korban ideologi. Mereka hanya dipanas-panasi untuk dijadikan senjata membela komunis. Sementara apa itu komunis, apa itu sosialis, pikiran mereka belum sampai menggayuh ke sana.
Seperti ini bisa terjadi, karena pemerintah sangat tidak tanggap dengan perkembangan pemikiran sesat di masyarakat. Pemerintah mungkin menganggap hal itu bukan ancaman signifikan bagi kelangsungan NKRI. Bisa jadi pemerintah tidak sampai berfikir, perkembangan pemikiran PKI sampai berujung pada penculikan para Jenderal TNI. Ditambah atmosfer sosial-politik yang cukup rumit ketika itu, mengalihkan perhatian pemerintah, sehingga cenderung mendiamkan dan membiarkan pemikiran itu berkembang.
Perang Saudara
Namun kepedihan tidak berhenti sampai di sini. Ternyata PKI berkhianat. Mereka menculik dan membantai masyarakat muslim. Dari mulai penculikan para jenderal, bentrokan anggota PKI dengan para pemuda Persatuan Pelajar Islam (PII), sayap pelajar Masyumi, hingga pembantaian muslim satu masjid yang tengah melaksanakan shalat jamaah. Tidak berhenti di sini, kaum muslimin melakukan imbal balik. Giliran mereka yang memberangus aliran palu arit itu. Menurut berbagai versi sejarah, diperkirakan ada sekitar 78.000 korban manusia yang dibantai tanpa proses hukum yang pasti. Siapakah mereka? Rakyat jelata republik indonesia.
Refleksi PKI untuk Syiah Indonesia
Anda bisa menarik sejarah kelam PKI untuk kasus Syiah di tempat kita. Sebagian besar orang awam syiah sejatinya tidak memahami hakekat syiah yang senyatanya. Tahunya mereka hanya doktrin cinta ahlul bait, cinta keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. – padahal semua muslim cinta ahlul bait – pada kesempatan yang sama, mereka dipanasi bahwa kaum sunni (mayoritas muslim indonesia) tidak perhatian dan menelantarkan ahlul bait. Selama dia bukan syiah, dia musuh ahlul bait.
Dengan sebab prinsip ini, mereka mengkafirkan para sahabat. Mengkafirkan Abu Bakr, Umar, Utsman. Menuduh A’isyah berzina. Tidak mengakui keotentikan Al-Quran, karena tuduhan, Al-Quran telah dinodai di masa Abu Bakr, Umar, dan Utsman. Melegalkan kawin kontrak, kamuflase zina, pengagungan berlebihan terhadap Ali dan ahlul bait, dan seabreg aqidah yang bertentang dengan prinsip islam. Seperti itulah, ajaran syiah itsna ‘asyariyah yang berkembang di Iran.
Di pihak lain, masyarakat muslim indonesia, yang sadar akan agamanya, selamanya tidak akan pernah menerima ajaran syiah. Terutama syiah Iran yang sedang dihasung menuju indonesia. Karena ajarannya sama sekali berbeda dengan islam, dan jika disandingkan dengan islam, akan menjadi dua ajaran yang sama sekali berbeda.
Bagi masyarakat muslim indonesia, ideologi dan aqidah merupakan sesuatu yang sakral, harga mati, yang tidak bisa diganggu-gugat. Penyimpangan ideologi yang mengaku muslim, bisa dianggap sebagai pelecehan terhadap agama.
Perang Saudara Jilid Dua
Sekalipun perang antar-warga negara bukan hal langka di indonesia, namun tragedi kericuhan antara muslim – PKI jauh lebih meluas. Tidak menutup kemungkinan, tragedi semacam ini akan berulang. Perseteruan antara syiah dan kaum muslimin. Bisa jadi ribuan rakyat indonesia akan menjadi korban atas konflik ini. Perang saudara, mengulang sejarah gestapo.
Upaya sebagian orang yang mengajarkan prinsip toleransi, tidak selamanya bisa diadopsi oleh masyarakat. Terlebih masyarakat kita belum banyak terdidik soal perbedaan. Karena itu, pendekatan dengan menanamkan prinsip toleransi untuk menekan angka anarkis di masyarakat, tidak membuahkan banyak hasil.
Ingatan kita masih sangat segar dengan tragedi Ahmadiyah. Sekalipun berkali-kali masyarakat dihimbau untuk toleran dan toleran, bentrokan berdarah tidak bisa dihindarkan. Pengikut Ahmadiyah korban ideologi, dianggap telah menistakan ajaran islam.
Kemana Pemerintah?
Sudah saatnya pemerintah pro-aktif untuk memutuskan satu kata tentang Syiah. Sikap obar-abir, angin-anginan, tak jelas arah, justru memberi peluang besar penyebaran pemikiran syiah dan memperparah bom waktu di masyarakat.
Pemerintah harus memulai sejak sekarang. Sudah saatnya pemerintah memutuskan kesesatan syiah dan melarangnya berkembang di tanah air. Atau jika tidak, melegalkan syiah sebagai agama ke-enam di luar islam. Dengan demikian, masyarakat tidak lagi merasa diresahkan dengan keberadaan syiah. Selamanya masyarakat muslim akan menolak dan menolak, karena ajaran syiah tidak akan pernah diterima kaum muslimin.
Allahu a’lam
Post A Comment:
0 comments: