Gerakan Pemuda Ansor menegaskan bahwa tindakan organisasi kemasyarakatan tertentu yang mempropagandakan dan mengajak masyarakat bergabung mendirikan khilafah merupakan tindakan makar karena jelas ingin memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Sebagai warga negara, kami wajib membela negara dengan mengerahkan seluruh kekuatan Gerakan Pemuda Ansor untuk melawan dan memberantas propaganda tersebut", kata Sekjen GP Ansor Adung Abdul Rahman di Jakarta, Selasa.
Adung menandaskan bahwa NKRI dengan Pancasila merupakan hasil konsensus yang disepakati para pendiri bangsa dan berbagai elemen negara dari bermacam agama, suku, pulau, dan budaya saat memerdekakan bangsa Indonesia.
"NKRI dan Pancasila harus dijaga dari gangguan-gangguan orang atau kelompok yang ingin mendirikan negara sendiri", tandas Adung.
Adung mengatakan GP Ansor siap berada di barisan terdepan dalam mengamankan NKRI dan Pancasila. Ia berharap pemerintah juga bertindak cepat mengantisipasi hal-hal seperti ini, meski saat ini masih terkendala belum selesainya revisi undang-undang antiterorisme.
"Kita harus bergerak cepat untuk melawan tindakan makar seperti ini. Kita mengajak TNI dan Polri sebagai abdi negara melakukan tindakan tegas seperti mencopot spanduk-spanduk khilafah. Kita juga harus cegah berbagai kegiatan kelompok tersebut, terutama yang melibatkan banyak orang", ucapnya.
Selain itu, pihaknya juga akan minta TNI dan Polri mengecek masjid di markas-markas kelompok ormas yang mengusung khilafah juga di kantor-kantor pemerintah dan BUMN. Langkah itu dinilai efektif untuk mengantisipasi propaganda khilafah yang bertujuan memecah belah dan membubarkan NKRI.
Adung menilai kalau ajakan khilafah itu sekadar wacana dan diskusi masih bisa ditoleransi sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan ilmiah. Tapi, kalau sudah mengajak masyarakat mendirikan negara di luar NKRI dan Pancasila, jelas harus dilarang.
Ia mengungkapkan bahwa kelompok yang ingin mendirikan khilafah itu tidak tahu sejarah. Mereka tidak tahu bahwa NKRI dengan Pancasila sebagai dasar negara dibuat oleh para pendiri bangsa dengan melibatkan para kiai berdasarkan rumusan agama.
"Jadi, NKRI hakikatnya adalah negara yang sah secara syariat", tandas Adung.
Anggota Kaukus Pancasila KH Maman Imanulhaq mengimbau pemerintah bertindak tegas menghentikan berbagai bentuk propaganda kebencian dan intoleransi dengan atas nama agama atau khilafah, agar potensi konflik antarmasyarakat dapat dihindari.
Ia menyatakan Kaukus Pancasila mendukung langkah GP Ansor menurunkan paksa spanduk-spanduk khilafah.
GP Ansor menyatakan hal itu mengomentari banyaknya spanduk ajakan mendirikan khilafah yang dipasang oleh sebuah organisasi kemasyarakatan belum lama ini. (Antaranews)
Kolom Opini..
Satu-satunya ormas yang menjual "Khilafah" adalah HTI
Jika menelusuri maksud GP Ansor, maka satu-satunya ormas yang getol berkampanye tentang khilafah di berbagai instansi dan ruang publik adalah kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
HTI menggunakan metode Thalabun Nushrah atau mengumpulkan bantuan di sebuah negara untuk menyukseskan usaha mereka mewujudkan khilafah global.
Pemerintah Indonesia, aparat TNI-Polri adalah contoh pemegang otoritas yang didorong terus HTI untuk mengupayakan hal itu.
Dalam kampanyenya, HTI tidaklah menginginkan pembubaran NKRI, atau penentangan nilai lokal (nasional) seperti Pancasila, melainkan mengajak agar Indonesia menjadi motor untuk meraih sesuatu yang lebih besar dalam dunia Islam (versi HTI).
Buktinya, dalam propaganda itu, mereka juga menyentuh hingga masalah sosial-ekonomi Papua dan pengelolaan daerah mayoritas non Islam.
HTI menjanjikan bahwa sistem bersyariah itu akan mewujudkan kehidupan yang jauh lebih baik bagi Muslim maupun non Islam di Indonesia, daripada "penjajahan transnasional" seperti Kapitalisme dan Liberalisme yang terjadi saat ini.
Bagaimana dengan tuntutan Referendum pemisahan diri dari aktivis pro kemerdekaan Papua, kemana GP Ansor?
Warga Papua yang menuntut referendum kemerdekaan dari Indonesia memang eksis. Dari yang berupaya melalui gerakan intelektual dan politik, lobi internasional, isu HAM, hingga yang menempuh jalur separatis bersenjata seperti TPN-OPM.
Salah satu ide yang diusung adalah penolakan hasil Pepera 1969, ketika integrasi Irian Barat mendapat legitimasi PBB dan Amerika Serikat.
Integrasi tersebut dianggap sebagai aneksasi atau neokolonialisme Jakarta terhadap "bangsa Melanesia" dan tanah Papua, dengan rekayasa internasional yang menguntungkan NKRI.
Aktivis-aktivis asli Papua di pulau Jawa bahkan sering menyuarakan tuntutan referendum pada Jakarta.
Sedangkan pemilu maupun pilkada, oleh tokoh-tokoh OPM di lapangan dianggap sebagai seremoni untuk suksesi "pemerintah kolonial" Melayu/Indonesia.
GP Ansor maupun Banser NU di Jawa memang kerap dikritik karena sangat garang terhadap gerakan kampanye khilafah yang dianggap sebagai bentuk makar trasnasional pada Indonesia, tapi "ompong" terhadap aksi-aksi lain yang menuntut referendum.
Tetapi yang unik di Papua adalah upaya kelompok Islamis di sana (lintas ormas, lintas harokah), seperti Aswaja NU, Muhammadiyah, HTI, Jama'ah Tabligh, Tarbiyah, dll, dalam melakukan dakwah Islam pada penduduk asli Papua. Dimana warga Papua yang sudah masuk Islam tidak lagi mempermasalahkan isu-isu politik ataupun tuntutan kemerdekaan.